Merseyside Derby Climax Drama VAR dan Kartu Merah

Merseyside Derby Climax Drama VAR dan Kartu Merah di Goodison Park akan dikenang bukan hanya karena aksi dramatis di lapangan, tetapi juga karena kekacauan yang terjadi setelahnya. Gol penyeimbang yang diberikan VAR di menit akhir, empat kartu merah, dan keributan pasca-pertandingan mengalahkan hasil imbang 2-2 antara Everton dan Liverpool, meninggalkan kedua tim dengan perasaan campur aduk dalam pertandingan yang mencerminkan gairah sepak bola Inggris.
Derby yang Penuh Kejutan
Suasana di Goodison Park begitu elektrik saat Everton dan Liverpool bentrok dalam pertandingan yang mungkin menjadi pertemuan terakhir mereka di stadion bersejarah ini. The Toffees mencetak gol pertama pada menit ke-11 ketika Beto memanfaatkan kelengahan pertahanan Liverpool. Tendangan bebas melambung Jarrad Branthwaite menyebabkan kebingungan di kotak penalti Liverpool, dan penyerang asal Portugal itu dengan tenang melepaskan tembakan melewati Alisson.
Liverpool merespons dengan cepat. Lima menit kemudian, Mohamed Salah memberikan umpan silang yang akurat ke Alexis Mac Allister, yang menyundul bola untuk menyamakan kedudukan. Liverpool mendominasi penguasaan bola tetapi kesulitan menembus pertahanan Everton yang solid hingga menit ke-73, ketika Salah memanfaatkan kesalahan clearance Branthwaite untuk mencetak gol kedua Liverpool.
Saat tim tamu tampak siap meraih kemenangan, James Tarkowski muncul di menit ke-98 untuk menyundul bola dari tendangan sudut, memicu kegembiraan di tribun penonton. Namun, gol tersebut lolos dari pemeriksaan VAR yang menegangkan terkait potensi pelanggaran, membuat pemain dan staf Liverpool marah.
VAR Kembali Mencuri Perhatian
Gol penyeimbang Tarkowski menjadi momen paling kontroversial dalam pertandingan. Replay menunjukkan bek Everton itu tampak mendorong Jarell Quansah sebelum menyundul bola. Setelah tiga menit meninjau, wasit Michael Oliver memutuskan untuk membiarkan gol tersebut, dengan alasan bukti yang tidak cukup untuk membatalkannya.
Manajer Liverpool, Arne Slot, meledak di pinggir lapangan, berargumen bahwa Quansah dihalangi. Protesnya berlanjut setelah pertandingan, memuncak dalam pertukaran kata-kata panas dengan Oliver. Slot dan asistennya, Sipke Hulshoff, kemudian diusir, dengan manajer asal Belanda itu dilaporkan melakukan kontak fisik dengan wasit—pelanggaran yang bisa berujung pada sanksi lebih lanjut.
Insiden ini kembali memicu perdebatan tentang konsistensi VAR. Sementara Everton merayakan satu poin yang diperjuangkan dengan susah payah, kekecewaan Liverpool menggema sebagai sentimen yang semakin berkembang bahwa keputusan-keputusan kritis semakin mengganggu alur permainan.
Kekacauan Pasca-Pertandingan: Kartu Merah dan Rivalitas Memanas
Drama tidak berhenti pada peluit akhir. Saat gol Tarkowski dikonfirmasi, Abdoulaye Doucouré dari Everton mengejek suporter Liverpool, memicu konfrontasi dengan pemain pengganti Curtis Jones. Pemain dari kedua tim terlibat keributan, dengan Doucouré dan Jones masing-masing menerima kartu kuning kedua—mengurangi mereka menjadi penonton di pertandingan berikutnya.
Kemarahan Slot pasca-pertandingan membuatnya menyerbu lapangan untuk menghadapi Oliver, yang berujung pada kartu merah langsung. Hulshoff bergabung dengannya di tribun setelah diduga menggunakan bahasa kasar. Manajer Everton, David Moyes, mengkritik kurangnya disiplin, menyatakan, “Emosi memang tinggi, tetapi kita harus memberi contoh.”
Kapten Liverpool, Virgil van Dijk, mengutuk provokasi Doucouré, menyebutnya “tidak perlu dan tidak menghormati para fans.” Sementara itu, FA meluncurkan investigasi atas insiden di pinggir lapangan, mengancam denda atau sanksi untuk kedua klub.
Dampak pada Perebutan Gelar dan Pertarungan Degradasi
Bagi Liverpool, hasil imbang ini berarti mereka mempertahankan keunggulan tujuh poin di puncak klasemen Premier League. Namun, kehilangan dua poin terasa seperti kesempatan yang terlewatkan untuk semakin memperkuat peluang mereka meraih gelar. “Kami mengendalikan permainan tetapi kehilangan fokus di momen-momen kritis,” akui Van Dijk.
Sementara itu, Everton menikmati hasil yang meningkatkan moral di tengah musim yang penuh gejolak. Satu poin ini membuat mereka tetap jauh dari jurang degradasi, memberikan harapan di bawah kepemimpinan Moyes. Keberhasilan Tarkowski juga menegaskan ketangguhan Everton, sifat yang mereka butuhkan untuk bertahan di sisa musim yang berat.
Secara historis, derby ini menandai akhir sebuah era. Dengan Everton yang akan pindah ke Bramley-Moore Dock Stadium pada 2025, Goodison Park mengucapkan selamat tinggal pada pertandingan Merseyside terakhirnya—sebuah perpisahan yang penuh kekacauan untuk stadion yang sarat dengan rivalitas.
Kesimpulan: Derby yang Terukir dalam Ingatan
Derby Merseyside ke-239 ini memiliki segalanya: gol, kontroversi, dan gairah yang tak terbendung. Sementara Liverpool menyesalkan intervensi VAR, Everton merayakan perlawanan simbolis melawan tetangga mereka yang lebih bergengsi. Namun, kartu merah dan kekacauan pasca-pertandingan menjadi pengingat betapa cepat emosi sepak bola bisa meledak.
Saat kedua tim bersiap kembali, drama Premier League tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Bagi Liverpool, perburuan gelar masih ada di tangan mereka. Bagi Everton, bertahan adalah tujuan utama. Dan bagi para netral? Derby ini menegaskan mengapa Premier League tetap menjadi tontonan paling memikat di dunia—di mana kebahagiaan, kekecewaan, dan kekacauan hidup berdampingan.